Jumat, 30 September 2011

Arthritis Reumatoid

0 komentar
Arthritis rheumatoid adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik dengan manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh. Terlibatnya sendi pada pasien-pasien arthritis rheumatoid terjadi setelah penyakitini berkembang lebih lanjut sesuai dengan sifat progresivitasnya. Pasien dapat pula menunjukkan gejala konstitusional berupa kelemahan umum, cepat lelah, atau gangguan nonartikular lain.
Patogenesis
Patogenesis penyakit ini terjadi akibat rantai peristiwa imunologi yang menyebabkan proses destruksi sendi. Berhubungan dengan faktor genetik, hormonal, infeksi, dan heat shock protein. Penyakit ini lebih banyak mengenai wanita daripada pria, terutama pada usia subur.

Manifestasi Klinis
Kriteria dari American Rheumatism Association (ARA) yang direvisi tahun 1987, adalah:
1. Kaku pada pagi hari (morning stiffness). Pasien merasa kaku pada persendian dan di sekitarnya sejak bangun tidur sampai sekurang-kurangnya 1 jam sebelum perbaikan maksimal.
2.  Arthritis pada 3 daerah. Terjadi pembengkakan jaringan lunak atau persendian (soft tissue swelling) atau lebih efusi, bukan pembesaran tulang (hiperostosis). Terjadi pada sekurang-kurangnya 3 sendi secara bersamaan dalam observasi seorang dokter. Terdapat 14 persendian yang memenuhi kriteria, yaitu interfalang proksimal, metakarpofalang, pergelangan tangan, siku, pergelangan kaki, dan metatarsofalang kiri dan kanan.
3. Arthritis pada persendian tangan. Sekurang-kurangnya terjadi pembengkakan satu persendian tangan seperti tertera di atas.
4.  Arthritis simetris. Maksudnya keterlibatan sendi yang sama (tidak mutlak bersifat simetris) pada kedua sisi secara serentak (symmetrical polyarthritis simultaneously).
5. Nodul rheumatoid, yaitu nodul subkutan pada penonjolan tulang atau permukaan ektensor atau daerah jukstaartrikular dalam observasi seorang dokter.
6.   Faktor rheumatoid serum positif. Terdapat titer abnormal faktor rheumatoid serum yang diperiksa dengan cara yang memberikan hasil positif kurang dari 5% kelompok control.
7. Terdapat perubahan gambaran radiologis yang khas pada pemerikasaan sinar rontgen tangan posteroanterior atau pergelangan tangan, yang harus menunjukkan adanya erosi atau dekalsifikasi tulang yang berlokalisasi pada sendi atau daerah yang berdekatan dengan sendi.
Diagnosis arthritis rheumatoid ditegakkan jika sekurang-kurangnya terpenuhi 4 dari 7 kriteria di atas. Kriteria 1 sampai 4 harus terdapat minimal selama 6 minggu.

Komplikasi
Kelainan sistem pencernaan yang sering di jumpai adalah gastritis dan ulkus peptik yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit (disease modifying antirheumatoid drugs, DMARD) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada arthritis rheumatoid.
Komplikasi saraf yang terjadi tidak memberikan gambaran jelas, sehingga sukar di bedakan antara akibat lesi artikular dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan neuropati iskemik akibat vaskulitis.
Pemeriksaan Penunjang
Tidak banyak berperan dalam diagnosis arthritis rheumatoid, namun dapat menyokong bila terdapat keraguan atau untuk melihat prognosis pasien. Pada pemeriksaan laboratorium terdapat:
a.    Tes faktor reuma biasanya positif pada lebih dari 75% pasien arthritis rheumatoid terutama bila masih aktif. Sisanya dapat dijumpai pada pasien lepra, tuberkulosis paru, sirosis hepatis, hepatitis infeksiosa, lues, endokarditis bakterialis, penyakit kolagen, dan sarkoidosis.
b.    Protein C-reaktif biasanya positif.
c.    LED meningkat.
d.   Leukosit normal atau meningkat sedikit.
e.    Anemia normositik hipokrom akibat adanya inflamasi yang kronik.
f.     Trombosit meningkat.
g.    Kadar albumin serum turun dan globulin naik.
Pada pemeriksaan rontgen, semua sendi dapat terkena, tapi yang tersering adalah sendi metatarsofalang dan biasanya simetris. Sendi sakroiliaka juga sering terkena. Pada awalnya terjadi pembengkakan jaringan lunak dan demineralisasi juksta artikular. Kemudian terjadi penyempitan ruang sendi dan erosi.

Penatalaksanaan
1.   Pendidikan pada pasien mengenai penyakitnya dan penatalaksanaan yang akan dilakukan sehingga terjalin hubungan baik dan terjamin ketaatan pasien untuk tetap berobat dalam jangka waktu yang lama.
2.  OAINS diberikan sejak dini untuk mengatasi nyeri sendi akibat inflamasi yang sering dijumpai. OAINS yang dapat diberikan:
a.    Aspirin
Pasien dibawah 65 tahun dapat mulai dengan dosis 3-4 x 1 g/hari, kemudian dinaikkan 0,3-0,6 g per minggu sampai terjadi perbaikan atau gejala toksik. Dosis terapi 20-30 mg/dl.
b.    Ibuprofen, naproksen, piroksikam, diklofenak, dan sebagainya.
3. DMARD digunakan untuk melindungi rawan sendi dan tulang dari proses destruksi akibat arthritis rheumatoid. Mula khasiatnya baru terlihat setelah 3-12 bulan kemudian. Setelah 2-5 tahun, maka efektivitasnya dalam menekan proses rheumatoid akan berkurang. Keputusan penggunaannya bergantung pada pertimbangan resiko manfat oleh dokter. Umumnya segera diberikan setelah diagnosis arthritis rheumatoid ditegakkan, atau bila respons OAINS tidak baik, meski masih dalam status tersangka.
Jenis-jenis yang digunakan adalah:
a.  Klorokuin, paling banyak digunakan karena harganya terjangkau, namun efektivitasnya lebih rendah dibanding dengan yang lain. Dosis anjuran klorokuin fosfat 250 mg/hari atau hidroksiklorokuin 400 mg/hari. Efek samping bergantung pada dosis harian, berupa penurunan ketajaman penglihatan, dermatitis makulopapular, nausea, diare, dan anemia hemolitik.
b.   Sulfasalazin dalam bentuk tablet bersalut enterik digunakan dalam dosis 1 x 500 mg/hari, ditingkatkan 500 mg per minggu, sampai mencapai dosis 4 x 500 mg. Setelah remisi tercapai, dosis dapat diturunkan hingga 1 g/hari untuk dipakai dalam jangka panjang sampai tercapai remisi sempurna. Jika dalam waktu 3 bulan tidak terlihat khasiatnya, obat ini dihentikan dan iganti dengan yang lain, atau dikombinasi. Efek sampimgnya nausea, muntah dan dispepsia.
c.    D-penisilamin, kurang disukai karena bekerja sangat lambat. Digunakan dalam dosis 250-300 mg/hari, kemudian dosis ditingkatkan setiap 2-4 minggu sebesar 250-300 mg/hari untuk mencapai dosis total 4 x 250-300 mg/hari. Efek samping antara lain ruam kulit urtikaria atau mobiliformis, stomatitis, dan pemfigus.
d.   Garam emas adalah gold standard bagi DMARD. Khasiatnya tidak diragukan lagi meski sering timbul efek samping. Auro sodium tiomalat (AST) diberikan intramuskular, dimulai dengan dosis percobaan pertama sebesar 10 mg, seminggu kemudian disusul dosis kedua sebesar 20 mg. Seminggu kemudian diberikan dosis penuh 50 mg/minggu selama 20 minggu. Dapat dilanjutkan dengan dosis tambahan sebesar 50 mg tiap 2 minggu sampai 3 bulan. Jika diperlukan, dapat diberikan dosis 50 mg setiap 3 minggu sampai keadaan remisi tercapai. Efek samping berupa pruritus, stomatitis, proteinuria, trombositopenia, dan aplasia sumsum tulang. Jenis yang lain adalah auranofin yang diberikan dalam dosis 2 x 3 mg. efek samping lebih jarang dijumpai, pada awal sering ditemukan diare yang dapat diatasi dengan penurunan dosis.
e.    Obat imunosupresif atau imunoregulator.
Metroteksat sangat mudah digunakan dan waktu mula kerjanya relatif pendek dibandingkan yang lain. Dosis dimulai 5-7,5 mg setiap minggu. Bila dalam 4 bulan tidak menunjukkkan perbaikan, dosis harus ditingkatkan. Dosis jarang melebihi 20 mg/minggu. Efek samping jarang ditemukan. Penggunaan siklosporin untuk arthritis rheumatoid masih dalam penelitian.
f.  Kortikosteroid, hanya dipakai untuk pengobatan arthritis rheumatoid dengan komplikasi berat dan mengancam jiwa, seperti vaskulitis, karena obat ini memiliki efek samping yang sangat berat. Dalam dosis rendah (seperti prednisone 5-7,5 mg satu kali sehari) sangat bermanfaat sebagai bridging therapy dalam mengatasi sinovitis sebelum DMARD mulai bekerja, yang kemudian dihentikan secara bertahap. Dapat diberikan suntikan kortikosteroid intraartikular jika terdapat peradangan yang berat. Sebelumnya, infeksi harus disingkirkan terlebih dahulu.
4.  Rehabilitasi, bertujuan meningkatkan kualitas hidup pasien. Caranya antara lain dengan mengistirahatkan sendi yang terlibat, latihan, pemanasan, dan sebagainya. Fisioterapi dimulai segera setelah rasa sakit pada sendi berkurang atau minimal. Bila tidak juga berhasil, mungkin diperlukan pertimbangan untuk tindakan operatif. Sering pula diperlukan alat-alat. Karena itu, pengertian tentang rehabilitasi termasuk:
a.    Pemakaian alat bidai, tongkat/tongkat penyangga, walking machine, kursi roda, sepatu dan alat.
b.    Alat ortotik protetik lainnya.
c.    Terapi mekanik.
d.   Pemanasan: baik hidroterapi maupun elektroterapi.
e.    Occupational therapy.
5.    Pembedahan
Jika berbagai cara pengobatan telah dilakukan dan tidak berhasil serta terdapat alas an yang cukup kuat, dapat dilakukan pengobatan pembedahan. Jenis pengobatan ini pada pasien arthritis rheumatoid umumnya bersifat ortopedik, misalnya sinovektomi, artrodesis, total hip replacement, memperbaiki deviasi ulnar, dan sebagainya.

Untuk menilai kemajuan pengobatan dipakai parameter:
1.    Lamanya morning stiffness.
2.    Banyaknya sendi yang nyeri bila digerakkan/berjalan.
3.    Kekuatan menggenggam (dinilai dengan tensimeter).
4.    Waktu yang diperlukan untuk berjalan 10-15 meter.
5.    Peningkatan LED.
6.    Jumlah obat-obat yang digunakan.

Prognosis
Perjalanan penyakit arthritis rheumatoid sangat bervariasi, bergantung pada ketaatan pasien untuk berobat dalam jangka waktu lama. Sekitar 50-75% pasien arthritis rheumatoid akan mengalami remisi dalam 2 tahun. Selebihnya akan mengalami prognosis yang lebih buruk. Golongan ini umumnya meninggal 10-15 tahun lebih cepat daripada orang tanpa arthritis rheumatoid. Penyebab kematiannya adalah infeksi, penyakit jantung, gagal pernapasan, gagal ginjal, dan penyakit saluran cerna. Umumnya mereka memiliki keadaan umum yang buruk, lebih dari 30 buah sendi yang mengalami peradangan, dengan manifestasi ekstraartikular, dan tingkat pendidikan yang rendah. Golongan ini memerlukan terapi secara agresif dan dini karena kerusakan tulang yang luas dapat terjadi dalam 2 tahun pertama.

Daftar Pustaka :
Arif, Mansjoer.Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta:Media Aesculapius. 2000.

Osteoarthritis

0 komentar
Osteoarthritis disebut juga penyakit sendi degeneratif atau arthritis hipertrofi. Penyakit ini merupakan penyakit kerusakan tulang rawan sendi yang berkembang lambat dan berhubungan dengan usia lanjut. Secara klinis ditandai dengan nyeri, deformitas, pembesaran sendi, dan hambatan gerak pada sendi-sendi tangan dan sendi besar yang menanggung beban. Sering kali berhubungan dengan trauma atau mikrotrauma yang berulang-ulang, obesitas, stress oleh beban tubuh, dan penyakit-penyakit sendi lainnya.
Etiologi
Etiologi penyakit ini tidak diketahui dengan pasti. Ada beberapa faktor resiko yang diketahui berhubungan dengan penyakit ini, yaitu:
1.    Usia lebih dari 40 tahun.
2.    Jenis kelamin, wanita lebih sering.
3.    Suku bangsa.
4.    Genetik.
5.    Kegemukan dan penyakit metabolik.
6.    Cedera sendi, pekerjaan, dan olahraga.
7.    Kelainan pertumbuhan.
8.    Kepadatan tulang, dan lain-lain.

Patofisiologi
Akibat peningkatan aktivitas enzim-enzim yang merusak makromolekul matriks tulang rawan sendi (proteoglikan dan kolagen) terjadi kerusakan fokal tulang rawan sendi secara progresif dan pembentukan tulang baru pada dasar lesi tulang rawan sendi serta tepi sendi (osteofit). Osteofit terbentuk sebagai suatu proses perbaikan untuk membentuk kembali persendian, sehingga dipandang sebagai kegagalan sendi yang progresif.

Manifestasi Klinis
Gejala utama ialah adanya nyeri pada sendi yang terkena, terutama waktu bergerak. Umumnya timbul secara perlahan-lahan, mula-mula rasa kaku, kemudian timbul rasa nyeri yang berkurang dengan istirahat. Terdapat hambatan pada pergerakan sendi, kaku pagi, krepitasi, pembesaran sendi, dan perubahan gaya berjalan. Lebih lanjut lagi terdapat pembesaran sendi dan krepitasi tulang.
Tempat predileksi osteoarthritis adalah sendi karpometakarpal I, metatarsofalangeal I, apofiseal tulang belakang, lutut,dan paha. Pada falang distal timbul nodus Heberden dan pada sendi interfalang proksimal timbul nodus Bouchard.
Tanda-tanda peradangan pada sendi tersebut tidak menonjol dan timbul belakangan, mungkin dijumpai karena adanya sinovitis, terdiri dari nyeri tekan, gangguan gerak, rasa hangat yang merata, dan warna kemerahan.

Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium darah tepi, imunologi, dan cairan sendi umumnya tidak ada kelainan, kecuali osteoarthritis yang disertai peradangan. Pada pemeriksaan radiologi didapatkan penyempitan rongga sendi disertai sklerosis tepi persendian. Mungkin terjadi deformitas, osteofitosis, atau pembntukan kista juksta artikular. Kadang-kadang tampak gambaran taji (spur formation), liping pada tepi-tepi tulang,dan adanya tulang-tulang yang lepas.
Penatalaksanaan
1.   Medikamentosa
Tidak ada pengobatan medikamentosa yang spesifik, hanya bersifat simptomatik. Obat antiinflamasi nonsteroid (OANS) bekerja hanya sebagai analgesik dan mengurangi peradangan, tidak mampu menghentikan proses patologis.
a.  Analgesik yang dapat dipakai adalah asetaminofen dosis 2,6-4 g/hari atau propoksifen HCL. Asam salisilat juga cukup efektif namum perhatikan efek samping pada saluran cerna dan ginjal.
b. Jika tidak berpengaruh, atau jika terdapat tanda peradangan, mak OAINS seperti fenoprofin, piroksikam, ibuprofen, dan sebagainya dapat digunakan. Dosis untuk osteoarthritis biasanya 1/2 - 1/3 dosis penuh untuk arthritis rheumatoid. Karena pemakaian biasanya untuk jangka panjang, efek samping utama adalah gangguan mukosa lambung dan gangguan faal ginjal.
2.   Perlindungan sendi dengan koreksi postur tubuh yang buruk, penyangga untuk lordosis lumbal, menghindari aktivitas yang berlebihan pada sendi yang sakit, dan pemakaian alat-alat untuk meringankan kerja sendi.
3.    Diet untuk menurunkan berat badan dapat mengurangi timbulnya keluhan.
4.    Dukungan psikososial.
5.    Persoalan seksual, terutama pada pasien dengan osteoarthritis di tulang belakang.
6.    Fisioterapi dengan pemakaian panas dan dingin, serta program latihan yang tepat.
7.  Operasi dipertimbangkan pada pasien dengan kerusakan sendi yang nyata, dengan nyeri yang menetap, dan kelemahan fungsi.

Prognosis
Umumnya baik. Sebagian besar nyeri dapat diatasi dengan obat-obat konservatif. Hanya kasus-kasus berat yang memerlukan operasi.


Daftar Pustaka :
Arif, Mansjoer.Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta:Media Aesculapius. 2000.

Minggu, 25 September 2011

Asuhan Keperawata pada Anak dengan Leukimia

0 komentar
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN  LEUKEMIA

      A.    Pengertian
Leukemia adalah suatu penyakit neoplastik yang ditandai oleh proliferasi abnormal dari sel-sel hematopoietik.
  
B.     Patofisiologi
Klasifikasi leukemia dibagi menjadi menjadi 2 kelompok besar, yang ditandai dengan ditemukannya sel darah putih matang yang menyolok – agranulosit (leukemia granuosit/mielositi) atau limfosit  ( limpfositik ). Klasifikasi ini didasarkan pada  morfologis diferensiasi sel  dan pematangan sel-sel leukemia predominan  di dalam sum-sum tulang dan sitokimiawi (Gralnick, 1977; Dabich, 1980, Price,1995). Kalsifikasi ini juga dapat dijadikan suatu gambaran varian dalam manifestasi  klinik, prognosis dan pengobatannya.
Jika dilihat dari proses diferensiasi sel darah penggolongan leukemia limfoblastik dan mieloblastik dapat dilihat pada bagan dibawah ini :

Gambar 1. Leukemia dapat terjadi sebagai akibat diferensiasi abnormal pada salah satu proses diatas.

Walaupun leukemia menyerang kedua jenis kelamin, tetapi pria terserang sedikit lebih banyak dibanding wanita. Leukemia limfositik, terutama akut menyolok pada anak-anak umur kurang dari 15 tahun, dengan puncaknya pada umur 2-4 tahun. 

Penyebab leukemia secara jelas hingga saat ini belum diketahui dengan pasti, tetapi pengaruh lingkungan dan genetik diperkirakan memegang peranan penting.  Faktor genetik dapat dilihat pada tingginya kasus leukemia pada anak kembar monozigot.  Faktor lingkungan berupa kontak dengan radiasi ionisasi disertai manifestasi leukemia timbul bertahun-tahun kemudian. Zat kimia misalnya : benzen, arsen, kloramfenikol, fenilbutazone, dan agen antineoplastik, dikaitkan dengan frekwensi yang meningkat , khususnya agen alkil.  Agent virus HTLV-1 dari leukemia sel T sejak lama dapat menyebabkan timbulnya leukemia.

Leukemia akut baik granulositik atau mielositik  merupakan jenis leukemia yang banyak terjadi pada orang dewasa. Manifestasi klinis berkaitan dengan berkurangnya atau tidak adanya sel hematopoietik (Clarkson, 1983).  Tanda dan gejala leukemia akut berkaitan dengan netropenia dan trombositopenia. Ini adalah infeksi berat yang rekuren disertai timbulnya tukak pada membrana mukosa, abses perirektal, pnemonia, septikemia disertai menggigil, demam, tachikardi dan tachypnea.  Trombositopenis menyebabkan perdarahan yang tak terkontrol. Tulang mungkin sakit dan lunak. Anemia bukan merupakan manifestasi awal disebabkan karena umur eritrosit yang panjang. Gejala anemia berupa pusing, malaise, dan dispnea waktu kerja fisik yang melelahkan. Pensitopenia dapat terjadi setelah dilakukan kemoterapi.

Leukemia limfositik akut (LLA), paling sering menyerang anak-anak dibawah 15 tahun dan mencapai puncaknya pada umur 2-4 tahun. Manifestasi LLA berupa proliferasi limfoblas abnormal dalam sum-sum tulang dan tempat ekstra medular seperti kelenjar limfe dan limpa.  Tanda dan gejala dikaitkan dengan penekanan pada unsur – unsur sum-sum tulang normal. Karena itu, infeksi, perdarahan dan anemia merupakan manifestasi utama. Tanda lain berupa limfadenopati, hepatosplenomegali, nyeri tulang, sakit kepala, muntah, kejang, gangguan penglihatan.   Data laboratorium berupa leukositosis, limfositosis, trombosit dan sel darah merah rendah, hiperseluler  sum-sum tulang belakang

A.    Pengkajian


   SISTEM
DATA SUBYEKTIF
DATA OBYEKTIF
Aktivitas
Lesu, lemah, terasa payah, merasa tidak kuat untuk melakukan aktivitas sehari-hari
Kontraksi otot lemah
Klien ingin tidur terus dan tampak bingung
Sirkulasi
Berdebar
Tachycadi, suara mur-mur jantung, kulit dan mukosa pucat, defisit saraf cranial terkadang ada pendarahan cerebral.
Eliminasi
Diare, anus terasa lebih lunak, dan terasa nyeri. Adanya bercak darah segar pada tinja dan kotoran berampas,  Adanya darah dalam urine dan terjadi penurunan  output urine.
Perianal absess, hematuri.
Rasa nyaman
Nyeri abdominal, sakit kepala, nyeri persendian, sternum terasa lunak, kram pada otot.
Meringis, kelemahan, hanya  berpusat pada diri sendiri.
Rasa aman
Merasa kehilangan kemampuan dan harapan,  cemas terhadap lingkungan baru serta kehilangan teman.
Riwayat infeksi yang berulang, riwayat jatuh, perdarahan yang tidak terkonrol meskipun trauma ringan.
Dpresi, mengingkari, kecemasan, takut, cepat terangsang, perubahan mood dan tampak bingung.
Panas, infeksi, memar, purpura, perdarahan retina, perdarahan pada gusi, epistaksis,  pembesaran  kelenjar limpa, spleen, atau hepar, papiledema dan exoptalmus,
Makan dan minum
Kehilangan nafsu makan, tidak mau makan, muntah, penurunan berat badan,  nyeri pada tenggorokan dan sakit pada saat menelan.
Distensi abdomen, penurunan peristaltic usus, splenomegali, hepatomegali, ikterus, stomatitis, ulserasi pada mulut, gusi membengkak (acute monosit leukemia).

Sexualitas

Perubahan pola menstruasi, menornhagi. Impoten.

Neurosensori
Penurunan kemampuan koordinasi, perubahan mood, bingung, disorientasi, kehilangan konsentrasi, pusing, kesemutan, telinga berdenging, kehilangan rasa
Peningkatan kepekaan otot, aktivitas yang tak terkontrol.
Respirasi
Nafas pendek,
Dyspnoe, tachypnoe, batuk, ada suara ronci, rales, penurunan suara nafas.
Belajar
Riwayat terpapar bahan kimia seperti benzena, phenilbutazone, chloramfenikol, terkena paparan radiasi, riawat pengobatan dengan kemotherapi.  Riwayat keluarga yang menderita keganasan.


Data penunjang:
Penghitungan  sel darah :
-          Normocitic, normokromik anemia
-          Hb < 10 g/100 ml
-          Retikulosit :  rendah
-          Platelet count : < 50.000/mm
-          WBC > 50.000/cm (Shift to left) tampak blast sel leukemia
-          PT/PTT memanjang
-          LDH meningkat
-          Serum asam urat dalam urine : meningkat
-          Serum lysozym : meningkat terutama pada acut monosit dan myelosit leukemia.
-          Serum tembaga : meningkat
-          Serum Zinc : menurun
-          Biopsi Bone Narrow: abnormal WBC lebih dari 50 %, lebih dari 60 % - 90 % blast sel,
-          Chest X- Ray : Pembesaran hepar dan lien
-          Lymp node biopsy : tampak pengecilan

 B.     Diagnosa Keperawatan
1.      Resiko tinggi terjadi infeksi s.d penurunan daya tahan tubuh, prosedur invasive, malnutrisi dan penyakit kronis.
2.      Resiko tinggi devisit cairan s.d kurang intake cairan, muntah, perdarahan, diare, demam
3.      Nyeri s.d pembesaran organ intraabdominal, dan manifestasi dari kecemasan.
4.      Keterbatasan aktivitas s.d kelemahan, penurunan cadangan energi, suplay oksigen yang tidak seimbang, terapi isolasi.
5.      Kurangnya pengetahuan  tentang perjalanan penyakit, prognosis dan pengobatan s.d kurangnya informasi, atau misinterprestasi.

C.                Intervensi Keperawatan dan Rasional

DX
INTERVENSI
RASIONAL
1


















































2.
































3.


















4.












5
-  Tempatkan pada ruang khusus dan batasi pengunjung. Awasi pemberian buah dan sayyur segar.
-  Lakukan protap pencucian tangan bagi setiap orang yang kontak dengan klien
-  Monitor vital sign



- Cegah peningkatan suhu tubuh dengan cara pemberian cairan yang adekuat serta lakukan kompres hangat.



-    Lakukan pemeriksaan suara nafas dan batuk secara teratur..
-   Pegang klien dengan lembut dan linen tetap kering dan rapi.
-  Jaga integritas kulit, luka yang terbuka dan kebersihan kulit dengan pembersih antibakteri.

-Periksa mukosa mulut dan lakukan oral hygiene.

- Jaga kebersihan kebersihan anus dan genital.
- Awasi istirahat dan pola tidur klien secara  ketat.
- Berikan asupan makanan yang adekuat yang mengandung cairan serta protein tinggi.

-       Lakukan tindakan kolaborasi:
-    Blood test count :  WBC dan Neutrofil.


-    Lakukan kulture

-    Pemberian antibiotik sesuai order.
-    Review serial X-Ray

-    Berikan makanan yang memiliki resiko tinggi menimbulkan infeksi sperti yang sudah dimasak atau yang sudah diproses secara higienes.

-    Monitor intake dan out-put





-    Tim bang berat badan  setiap hari


-    Monitor Tensi dan frekwensi jantung.

-    Evaluasi turgor kulit, capiler refill, dan kondisi mukosa.
-    Perhatikan mukosa dari ptechie, ecchymosis, perdarahan gusi.


-    Lakukan tindakan yang lembut untuk mencegah perlukaan seperti menggunakan sikat gigi yang lembut, kapas swab, lakukan tepid sponge, gunakan alat cukur elektrik.
-    Kolaborasi:
-    Lakukan pemasangan IV line

-    Monitor laboratorium Platelet, Hb/Ct, cloting.

-    Pemberian anti muntah

-    Pemberian Alluporinol


-    Kaji keluhan nyeri dengan skala nyeri (0 – 10)
-    Monitor vital sign dan kaji ekpresi nonverbal.
-    Jaga lingkungan agar tetap tenang
-    Kurangi stimulasi yang meningkatkan stress.
-    Letakkan pada posisi nyaman

-    Lakukan perubahan posisi secara periodic

-    Evaluasi koping mekanisme klien
-  Kolaborasi:
-          Kadar asam urat
-          Pemberian analgetik
-          Pemberian narkotik
-          Antianxiety

-    Kaji kelemahan tubuh klien dan ajak anak berpartisipasi untuk bermain.


-    Berikan kesempatan istirahat dan tidur yang cukup
-    Berikan makanan selingan yang cukup selama kemotherapi
-    Kolaborasi:
-          Antiemetik
-          Berikan oksigen


- Berikan penjelasan tentang patologi leukemia, tindakan serta prognosenya.kepada keluarga




-       Untuk menjaga klien dari agent patogen yang dapat menyebabkan infeksi.

-    Mencegah infeksi silang


-       Progresive hipertermia sebagai pertanda infeksi atau demam sebagai efek dari pemakaian kemotherapi maupun tranfusi
- Membantu menghilangkan demam yang dapat menimbulkan ketidak seimbamgan cairan tubuh, ketidak nyamanan serta komplikasi CNS.
-       Mencegah sumbatan sekresi saluran pernafasan.
-       Mencegah eksoriasi.

-   Untuk mencegah infeksi local. (Luka biasanya tidak bernanah akibat rendahnya kadar granulosit).
- Jaringan mukosa mulut merupakan  medium bagi perkembangan bakteri.
- Untuk mencegah terjadinya infeksi anal maupun genital.
- Untuk konservasi energi bagi perkembangan sel-sel klien.
- Untuk mempertahankan daya tahan tubuh klien dan keseimbangan cairan tubuh kien.

-    Penurunan WBC merupakan kesimpulan dari proses penyakit dan  efek samping dari pengobatan kemoterapi.
-    Untuk mengetahui sensitivitas kuman.
-    Untuk mencegah infeksi
-    Indikator dari perkembangan kondisi klien.






-  Penurunan volune cairan dapat menjadi prekusor kerusakan RBC sehingga dapat menimbulkan kerusakan tubulus ginjal dan terbentuknya batu ginjal.
 -  Untuk melakukan analisis tentang fungsi ginjal.

-  Perubahan dapat menjadi indikasi hipovolemia.
-  Sebagai indicator status dehidrasi.
-    Penekanan bone narrow dan produksi platelet yang rendah beresiko menimbulkan  perdarahan yang tak terkontrol.
- Jaringan yang lemah, dan mekanisme pembekuan yang abnormal sering menjadi penyebab perdarahan  tak terkontrol.


- Untuk mempertahankan kebutuhan cairan tubuh.
-    Jika platelet count < 20000/mm. Penurunan Hb/Hct  dapat menimbulkan perdarahan.
-    Mencegah hilangnya cairan melalui muntahan.
-     Mencegah timbulnya nefropati


-    Untuk mempermudah intervensi dan observasi terhadap
-    Mengetahui efektivitas tindakan terhadap nyeri.
-    Meningkatkan kesempatan istirahat dan memperbaiki koping mekanisme.
-    Mencegah rasa tidak nyaman pada persendian
-    Meningkatkan sirkulasi jaringan dan mobilitas sendi.

-    Untuk mengetahui kemampuan kontrol klien terhadap nyeri.





- Mengkaji efek dari leukemia terutama pada fase pengobatan, sehingga perlu dianalisa perlu tidaknya bantuan.
-    Untuk menyimpan energi dan perbaikan sel.
-     







- Menyiapkan mental untuk tindakan menghadapi kasus yang diderita anaknya.