Arthritis rheumatoid adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik dengan manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh. Terlibatnya sendi pada pasien-pasien arthritis rheumatoid terjadi setelah penyakitini berkembang lebih lanjut sesuai dengan sifat progresivitasnya. Pasien dapat pula menunjukkan gejala konstitusional berupa kelemahan umum, cepat lelah, atau gangguan nonartikular lain.
Patogenesis
Patogenesis penyakit ini terjadi akibat rantai peristiwa imunologi yang menyebabkan proses destruksi sendi. Berhubungan dengan faktor genetik, hormonal, infeksi, dan heat shock protein. Penyakit ini lebih banyak mengenai wanita daripada pria, terutama pada usia subur.
Manifestasi Klinis
Kriteria dari American Rheumatism Association (ARA) yang direvisi tahun 1987, adalah:
1. Kaku pada pagi hari (morning stiffness). Pasien merasa kaku pada persendian dan di sekitarnya sejak bangun tidur sampai sekurang-kurangnya 1 jam sebelum perbaikan maksimal.
2. Arthritis pada 3 daerah. Terjadi pembengkakan jaringan lunak atau persendian (soft tissue swelling) atau lebih efusi, bukan pembesaran tulang (hiperostosis). Terjadi pada sekurang-kurangnya 3 sendi secara bersamaan dalam observasi seorang dokter. Terdapat 14 persendian yang memenuhi kriteria, yaitu interfalang proksimal, metakarpofalang, pergelangan tangan, siku, pergelangan kaki, dan metatarsofalang kiri dan kanan.
3. Arthritis pada persendian tangan. Sekurang-kurangnya terjadi pembengkakan satu persendian tangan seperti tertera di atas.
4. Arthritis simetris. Maksudnya keterlibatan sendi yang sama (tidak mutlak bersifat simetris) pada kedua sisi secara serentak (symmetrical polyarthritis simultaneously).
5. Nodul rheumatoid, yaitu nodul subkutan pada penonjolan tulang atau permukaan ektensor atau daerah jukstaartrikular dalam observasi seorang dokter.
6. Faktor rheumatoid serum positif. Terdapat titer abnormal faktor rheumatoid serum yang diperiksa dengan cara yang memberikan hasil positif kurang dari 5% kelompok control.
7. Terdapat perubahan gambaran radiologis yang khas pada pemerikasaan sinar rontgen tangan posteroanterior atau pergelangan tangan, yang harus menunjukkan adanya erosi atau dekalsifikasi tulang yang berlokalisasi pada sendi atau daerah yang berdekatan dengan sendi.
Diagnosis arthritis rheumatoid ditegakkan jika sekurang-kurangnya terpenuhi 4 dari 7 kriteria di atas. Kriteria 1 sampai 4 harus terdapat minimal selama 6 minggu.
Komplikasi
Kelainan sistem pencernaan yang sering di jumpai adalah gastritis dan ulkus peptik yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit (disease modifying antirheumatoid drugs, DMARD) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada arthritis rheumatoid.
Komplikasi saraf yang terjadi tidak memberikan gambaran jelas, sehingga sukar di bedakan antara akibat lesi artikular dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan neuropati iskemik akibat vaskulitis.
Pemeriksaan Penunjang
Tidak banyak berperan dalam diagnosis arthritis rheumatoid, namun dapat menyokong bila terdapat keraguan atau untuk melihat prognosis pasien. Pada pemeriksaan laboratorium terdapat:
a. Tes faktor reuma biasanya positif pada lebih dari 75% pasien arthritis rheumatoid terutama bila masih aktif. Sisanya dapat dijumpai pada pasien lepra, tuberkulosis paru, sirosis hepatis, hepatitis infeksiosa, lues, endokarditis bakterialis, penyakit kolagen, dan sarkoidosis.
b. Protein C-reaktif biasanya positif.
c. LED meningkat.
d. Leukosit normal atau meningkat sedikit.
e. Anemia normositik hipokrom akibat adanya inflamasi yang kronik.
f. Trombosit meningkat.
g. Kadar albumin serum turun dan globulin naik.
Pada pemeriksaan rontgen, semua sendi dapat terkena, tapi yang tersering adalah sendi metatarsofalang dan biasanya simetris. Sendi sakroiliaka juga sering terkena. Pada awalnya terjadi pembengkakan jaringan lunak dan demineralisasi juksta artikular. Kemudian terjadi penyempitan ruang sendi dan erosi.
Penatalaksanaan
1. Pendidikan pada pasien mengenai penyakitnya dan penatalaksanaan yang akan dilakukan sehingga terjalin hubungan baik dan terjamin ketaatan pasien untuk tetap berobat dalam jangka waktu yang lama.
2. OAINS diberikan sejak dini untuk mengatasi nyeri sendi akibat inflamasi yang sering dijumpai. OAINS yang dapat diberikan:
a. Aspirin
Pasien dibawah 65 tahun dapat mulai dengan dosis 3-4 x 1 g/hari, kemudian dinaikkan 0,3-0,6 g per minggu sampai terjadi perbaikan atau gejala toksik. Dosis terapi 20-30 mg/dl.
b. Ibuprofen, naproksen, piroksikam, diklofenak, dan sebagainya.
3. DMARD digunakan untuk melindungi rawan sendi dan tulang dari proses destruksi akibat arthritis rheumatoid. Mula khasiatnya baru terlihat setelah 3-12 bulan kemudian. Setelah 2-5 tahun, maka efektivitasnya dalam menekan proses rheumatoid akan berkurang. Keputusan penggunaannya bergantung pada pertimbangan resiko manfat oleh dokter. Umumnya segera diberikan setelah diagnosis arthritis rheumatoid ditegakkan, atau bila respons OAINS tidak baik, meski masih dalam status tersangka.
Jenis-jenis yang digunakan adalah:
a. Klorokuin, paling banyak digunakan karena harganya terjangkau, namun efektivitasnya lebih rendah dibanding dengan yang lain. Dosis anjuran klorokuin fosfat 250 mg/hari atau hidroksiklorokuin 400 mg/hari. Efek samping bergantung pada dosis harian, berupa penurunan ketajaman penglihatan, dermatitis makulopapular, nausea, diare, dan anemia hemolitik.
b. Sulfasalazin dalam bentuk tablet bersalut enterik digunakan dalam dosis 1 x 500 mg/hari, ditingkatkan 500 mg per minggu, sampai mencapai dosis 4 x 500 mg. Setelah remisi tercapai, dosis dapat diturunkan hingga 1 g/hari untuk dipakai dalam jangka panjang sampai tercapai remisi sempurna. Jika dalam waktu 3 bulan tidak terlihat khasiatnya, obat ini dihentikan dan iganti dengan yang lain, atau dikombinasi. Efek sampimgnya nausea, muntah dan dispepsia.
c. D-penisilamin, kurang disukai karena bekerja sangat lambat. Digunakan dalam dosis 250-300 mg/hari, kemudian dosis ditingkatkan setiap 2-4 minggu sebesar 250-300 mg/hari untuk mencapai dosis total 4 x 250-300 mg/hari. Efek samping antara lain ruam kulit urtikaria atau mobiliformis, stomatitis, dan pemfigus.
d. Garam emas adalah gold standard bagi DMARD. Khasiatnya tidak diragukan lagi meski sering timbul efek samping. Auro sodium tiomalat (AST) diberikan intramuskular, dimulai dengan dosis percobaan pertama sebesar 10 mg, seminggu kemudian disusul dosis kedua sebesar 20 mg. Seminggu kemudian diberikan dosis penuh 50 mg/minggu selama 20 minggu. Dapat dilanjutkan dengan dosis tambahan sebesar 50 mg tiap 2 minggu sampai 3 bulan. Jika diperlukan, dapat diberikan dosis 50 mg setiap 3 minggu sampai keadaan remisi tercapai. Efek samping berupa pruritus, stomatitis, proteinuria, trombositopenia, dan aplasia sumsum tulang. Jenis yang lain adalah auranofin yang diberikan dalam dosis 2 x 3 mg. efek samping lebih jarang dijumpai, pada awal sering ditemukan diare yang dapat diatasi dengan penurunan dosis.
e. Obat imunosupresif atau imunoregulator.
Metroteksat sangat mudah digunakan dan waktu mula kerjanya relatif pendek dibandingkan yang lain. Dosis dimulai 5-7,5 mg setiap minggu. Bila dalam 4 bulan tidak menunjukkkan perbaikan, dosis harus ditingkatkan. Dosis jarang melebihi 20 mg/minggu. Efek samping jarang ditemukan. Penggunaan siklosporin untuk arthritis rheumatoid masih dalam penelitian.
f. Kortikosteroid, hanya dipakai untuk pengobatan arthritis rheumatoid dengan komplikasi berat dan mengancam jiwa, seperti vaskulitis, karena obat ini memiliki efek samping yang sangat berat. Dalam dosis rendah (seperti prednisone 5-7,5 mg satu kali sehari) sangat bermanfaat sebagai bridging therapy dalam mengatasi sinovitis sebelum DMARD mulai bekerja, yang kemudian dihentikan secara bertahap. Dapat diberikan suntikan kortikosteroid intraartikular jika terdapat peradangan yang berat. Sebelumnya, infeksi harus disingkirkan terlebih dahulu.
4. Rehabilitasi, bertujuan meningkatkan kualitas hidup pasien. Caranya antara lain dengan mengistirahatkan sendi yang terlibat, latihan, pemanasan, dan sebagainya. Fisioterapi dimulai segera setelah rasa sakit pada sendi berkurang atau minimal. Bila tidak juga berhasil, mungkin diperlukan pertimbangan untuk tindakan operatif. Sering pula diperlukan alat-alat. Karena itu, pengertian tentang rehabilitasi termasuk:
a. Pemakaian alat bidai, tongkat/tongkat penyangga, walking machine, kursi roda, sepatu dan alat.
b. Alat ortotik protetik lainnya.
c. Terapi mekanik.
d. Pemanasan: baik hidroterapi maupun elektroterapi.
e. Occupational therapy.
5. Pembedahan
Jika berbagai cara pengobatan telah dilakukan dan tidak berhasil serta terdapat alas an yang cukup kuat, dapat dilakukan pengobatan pembedahan. Jenis pengobatan ini pada pasien arthritis rheumatoid umumnya bersifat ortopedik, misalnya sinovektomi, artrodesis, total hip replacement, memperbaiki deviasi ulnar, dan sebagainya.
Untuk menilai kemajuan pengobatan dipakai parameter:
1. Lamanya morning stiffness.
2. Banyaknya sendi yang nyeri bila digerakkan/berjalan.
3. Kekuatan menggenggam (dinilai dengan tensimeter).
4. Waktu yang diperlukan untuk berjalan 10-15 meter.
5. Peningkatan LED.
6. Jumlah obat-obat yang digunakan.
Prognosis
Perjalanan penyakit arthritis rheumatoid sangat bervariasi, bergantung pada ketaatan pasien untuk berobat dalam jangka waktu lama. Sekitar 50-75% pasien arthritis rheumatoid akan mengalami remisi dalam 2 tahun. Selebihnya akan mengalami prognosis yang lebih buruk. Golongan ini umumnya meninggal 10-15 tahun lebih cepat daripada orang tanpa arthritis rheumatoid. Penyebab kematiannya adalah infeksi, penyakit jantung, gagal pernapasan, gagal ginjal, dan penyakit saluran cerna. Umumnya mereka memiliki keadaan umum yang buruk, lebih dari 30 buah sendi yang mengalami peradangan, dengan manifestasi ekstraartikular, dan tingkat pendidikan yang rendah. Golongan ini memerlukan terapi secara agresif dan dini karena kerusakan tulang yang luas dapat terjadi dalam 2 tahun pertama.
Daftar Pustaka :
Arif, Mansjoer.Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta:Media Aesculapius. 2000.