Tampilkan postingan dengan label Nefrologi Anak. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Nefrologi Anak. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 08 Oktober 2011

Gagal Ginjal Akut

0 komentar
Gagal ginjal akut (GGA) adalah suatu keadaan klinis ditandai dengan penurunan fungsi ginjal mendadak dengan akibat terjadinya peningkatan hasil metabolik nitrogen seperti ureum dan kreatinin.

Etiologi
·    Faktor prarenal: perdarahan, dehidrasi, asidosis diabetik, hipovolemia pada kebocoran kapiler atau sindrom nefrotik, syok, gagal jantung, dll.
· Faktor renal: glomerulonefritis akut, nefrotoksin, nekrosis tubular akut, pielonefritis akut, koagulasi intravascular, dll.
·   Faktor pascarenal: obstruksi saluran kemih akibat kelainan bawaan, tumor, nefrolitiasis, keracunan jengkol, dll.

Manifestasi Klinis
Pucat (anemia), oliguria, edema, hipertensi, muntah, letargi, gejala kelebihan cairan berupa gagal jantung kongestif atau edema paru, aritmia jantung akibat hiperkalemia, hematemesis dengan/tanpa melena akibat gastritis/tukak lambung, kejang, kesadaran menurun sampai koma.
Fase gagal ginjal akut:
·   Fase oliguria/anuria: jumlah urin berkurang sampai 10-30 ml sehari, dapat berlangsung 4-5 hari, kadang-kadang sampai 1 bulan. Terdapat gejala uremia nyata, seperti pusing, muntah, apatis sampai somnolen, haus, napas Kussmaul, kejang, dll. Ditemukan hiperkalemia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, hiponatremia, dan asidosis metabolik.
·     Fase diuretik: poliuria, dapat timbul dehidrasi. Berlangsung sekitar 2 minggu.
·   Fase penyembuhan atau pascadiuretik: poliuria dan gejala uremia berkurang. Faal glomerulus dan tubulus membaik dalam beberapa minggu, tetapi masih ada kelainan kecil. Yang paling lama terganggu adalah daya mengkonsentrasi urin. Kadang-kadang faal ginjal tidak menjadi normal lagi dan albuminuria tetap ditemukan.

Penatalaksanaan
·     Singkirkan kemungkinan GGA prarenal maupun pascarenal, tanpa adanya GGA renal.
·  GGA prarenal dicari dengan anamnesis mengenai kemungkinan etiologi dan pemeriksaan fisis terhadap adanya dehidrasi dan renjatan. Pada gastroenteritis dehidrasi berikan cairan Ringer laktat atau Darrow glukosa sesuai protocol. Pada syok hemoragik berikan tranfusi darah, syok pada sindrom nefrotik akibat hipovolemia diberi infuse albumin atau plasma. Pada dehidrasi yang tidak jelas penyebabnya diberi cairan Ringer laktat 20 ml/kgBB dalam waktu 1 jam.
·    GGA pascarenal dicari berdasarkan riwayat penyakit dan ultrasonografi ginjal. Kadang-kadang diperlukan pielografi antegrad atau retrograde. Pada obstruksi bilateral di atas vesika urinaria perlu dilakukan pemasangan nefrostomi.
·  Bila pasien telah memasuki fase renal, dapat dilakukan dieresis paksa dengan diuretik (furosemid 1 mg/kgBB, dinaikkan berganda setiap 6-8 jam sampai 10 mg/kgBB/kali). Syaratnya adalah pasien telah tidak dehidrasi dan obstruksi saluran kemih sudah disingkirkan. Dieresis paksa dianggap berhasil bila dapat meningkatkan dieresis 6-10 ml/kgBB/jam dalam 1-2 jam. Dapat diberikan dopamin 5 µg/kgBB/menit untuk meningkatkan peredaran darah ginjal.
·   Balans cairan secara cermat. Balans cairan baik bila berat badan tiap hari turun 0.1-0,2%. Cairan sebaiknya diberikan peroral. Bila pasien sering muntah, diberikan per infus. Pada pasien anuria digunakan glukosa 10-20%, oligouria digunakan glukosa 10%:NaCl=3:1.
·      Asupan kalori minimal 50-60 kal/kgBB/hari.
·    Koreksi asidosis metabolik dengan NaHCO3 sejumlah ekses basa x berat badan x 0,3 (mEq) cukup sampai kadar NaHCO3 serum 12 mEq/l atau pH 7,20 sehingga rumus pemberian NaHCO3 menjadi 0,3 x BB x (12-NaHCO3 terukur). Bila AGD tidak dapat dilakukan, dilakukan koreksi buta 2-3 mEq/kgBB/hari setiap 12 jam.
·      Hiperkalemia 5,5-7.0 mEq/l diatasi dengan kation exchange resin. Bila kadar K > 7.0 atau ada kelainan EKG atau aritmia jantung diberikan kalsium glukonas 10% 0,5 ml/kgBB intravena dan natrium bikarbonat 7,5% 2,5 mEq/kgBB intravena masing-masing dalam 10-15 menit. Bila hiperkalemia tetap ada, berikan glukosa 0,5 g/kgBB per infuse selama 30 menit ditambah insulin 0,1 u/kgBB atau 0,2 u/g glukosa.
·     Hiponatremia <120 mEq/l atau disertai gejala serebral dikoreksi dengan NaCl hipertonik 3% dalam 1-4 jam sampai Na serum 125 mEq/l dengan rumus Na (mmol)=(140-Na)x0,6xBB.
·      Hiperfosfatemia diatasi dengan pengikat fosfat, yaitu kalsium karbonat 50 mg/kgBB/hari.
·      Tranfusi dilakukan bila kadar Hb <6 g/dl atau Ht <20%. Diberikan packed red cell dengan tetesan lambat ± 10 tetes/menit.
·   Hipertensi ditanggulangi dengan diuretik, bila perlu dikombinasi dengan kaptopril. Pada hipertensi krisis dapat diberikan klonidin drip, nifedipin sublingual 0,3 mg/kgBB/kali, atau natrium nitroprusid 0,5 mg/kgBB/menit.
·      Edema paru diatasi dengan pemberian diuretic.
·      Bila terjadi peningkatan asam urat serum perlu diberikan alopurinol.
·      Infeksi diatasi dengan antibiotik yang adekuat dan tidak nefrotoksik.
·   Dialisis dilakukan dengan indikasi: ureum darah >200 mg%, hiperkalemia >7,5 mEq/l, bikarbonat serum <12 mEq/l, adanya gejala overhidrasi (edema paru, dekompensasi jantung, dan hipertensi yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan), uremia dengan penurunan kesadaran.



                 Asupan cairan = IWL + SWL +koreksi 12% setiap kenaikan suhu tubuh 10C

                  IWL (insensible water loss) dihitung berdasarkan kebutuhan kalori:
                  BB       0-10 kg: 100 kal/kgBB/hari
                              11-20 kg: 1000 kal + 50 kal/kgBB/hari diatas 10 kg BB
                              >20 kg: 1500 kal + 20 kal/kgBB/hari di atas 20 kg BB
                  Jumlah IWL = 25 ml per 100 kal

                  Secara praktis berlaku IWL sebagai berikut:
                  Neonatus                     : 50 ml/kgBB/hari
                  Bayi < 1 tahun                        : 40 ml/kgBB/hari
                  Anak < 5 tahun           : 30 ml/kgBB/hari
                  Anak > 5 tahun           : 20 ml/kgBB/hari

 



















Daftar Pustaka :
1.  Hassan R, Husein A, editor. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1985:827-32
2.   Alatas H, Tambunan T, Trihono PT, editor.Buku Ajar Nefrologi Anak Jilid 2.Jakarta:Balai Penerbit FKUI, 1996.181-97
3.   Hay WW Jr, Groothuis JR,et al. current Pediatric Diagnosis & Treatment. 13th ed.Stamford:Appleton & Lange, 1007:607-30
4.    Arif, Mansjoer.Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta:Media Aesculapius. 2000.

Batu Saluran Kemih

0 komentar
Batu saluran kemih adalah suatu keadaan terdapatnyabatu di dalam saluran kemih, baik dalam ginjal, ureter, maupun buli-buli.

Etiologi
1. Nefrolitiasis (batu ginjal): hiperkalsemia dan hiperkalsiuria (akibat hiperparatiroidisme, sindrom Cushing, imobilisasi lama), hiperoksalemia dan hiperoksaluria (akibat defisiensi piridoksin, keracunan etilen glikol, penyakit Chrohn), perubahan pH urin, dehidrasi, stasis urin (akibat striktur ureter, fibrosis akibat pielonefritis, nekrosis papil), obstruksi aliran limfe ginjal, kerusakan epitel ginjal, idiopatik.
2.  Ureterolitiasis (batu ureter): Batu ginjal yang lepas dan turun ke distal.
3.  Vesikolitiasis (batu buli-buli): berasal dari batu ginjal atau batu ureter yang turun, akibat stasis pada striktur uretra, kontraksi leher buli-buli, sistokel, buli-neurogenik, divertikel, ISK, hiperkalsemia dan hiperkalsiuria, hiperoksalemia dan hiperoksaluria.

Manifestasi Klinis
1.  Nefrolitiasis: nyeri kolik, nyeri terus-menerus, rasa panas atau terbakar di pinggang, hematuria, bila terjadi hidronefrosis dapat teraba pembesaran ginjal.
2.   Ureterolitiasis: nyeri kolik, hematuria, nyeri ketok pinggang.
3. Vesikolitiasis: disuria, hematuria kadang-kadang disertai urin keruh, pancaran urin tiba-tiba berhenti dan keluar lagi pada perubahan posisi, polakisuria. Pada anak nyeri miksi ditandai oleh kesakitan, menangis, menarik-narik penis, miksi mengedan sering diikuti defekasi atau prolapsus ani.

Pemeriksaan Penunjang
Dapat terjadi hematuria secara makroskopis atau mikroskopis, sedimen urin mengandung eritrosit dan leukosit, ditemukan kristal yang spesifik untuk tiap jenis batu, dan proteinuria ringan. Pada batu buli-buli leukosit lebih banyak daripada eritrosit dan tersebar. Foto polos abdomen untuk melihat batu radioopak, pielografi intravena untuk melihat batu radiolusen dan menilai sekresi ginjal, pielografi retrograd.

Diagnosis Banding
Pielonefritis akut, tumor ginjal, ureter dan buli-buli, TBC ginjal, nekrosis piala ginjal,kolesistitis akut, apendisitis akut.

Komplikasi
Hidronefrosis, pionefrosis, uremia, gagal ginjal.

Penatalaksanaan
Konservatif diberikan spasmolitik untuk relaksasi otot ureter, banyak minum dan olah raga, diuretik, analgetik, sedatif. Antibiotik diberikan bila terdapat infeksi.
Pembedahan dilakukan untuk mengeluarkan batu yang tidak mungkin diharapkan keluar spontan, dilakukan bila fungsi ginjal masih baik. Bila fungsi ginjal buruk, dilakukan nefrektomi. Batu buli-buli besar dapat dipecahkan dengan litrotripsi. Bila batu lebih besar dari 4 cm, biasanya dilakukan vesikolitotomi (seksio alta) .

Jumat, 07 Oktober 2011

Sindrom Nefrotik

0 komentar
Sindrom nefrotik ditandai oleh proteinuria massif, hipoalbuminemia, edema, dan hiperlipidemia. Insidens tertinggi pada usia 3-4 tahun, rasio lelaki dan perempuan 2:1.

Etiologi
Sebab pasti belum diketahui. Umumnya dibagi menjadi:
1.    Sindrom nefrotik bawaan, diturunkan sebagai resesif autosom atau karena reaksi fetomaternal.
2.  Sindrom nefrotik sekunder, disebabkan oleh parasit malaria, penyakit kolagen, glomerulonefritis kronik, thrombosis vena renalis, bahan kimia (trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, raksa), amiloidosis, dll.
3.    Sindrom nefrotik idiopatik.
Manifestasi Klinis
Episode pertama penyakit sering mengikuti sindrom seperti influenza, bengkak periorbital, dan oligouria. Dalam beberapa hari, edema semakin jelas dan menjadi anasarka. Keluhan jarang selain malaise ringan dan nyeri perut. Dengan perpindahan volume plasma ke rongga ketiga dapat terjadi syok. Bila edema berat dapat timbul dispnea akibat efusi pleura.

Pemeriksaan Penunjang
Selain proteinuria massif, sedimen urin biasanya normal. Bila terjadi hematuria mikroskopik (> 20 eritrosit/LPB) dicurigai adanya lesi glomerular (mis. Sklerosis glomerulus fokal). Albumin plasma rendah dan lipid meningkat. IgM dapat meningkat, sedangkan IgG turun. Komplemen serum normal dan tidak ada krioglobulin.

Komplikasi
Peritonitis, hiperkoagulabilitas yang menyebabkan tromboemboli, syok, dan gagal ginjal akut.

Penatalaksanaan
·      Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai ± 1 gram/hari, secara praktis dengan menggunakan garam secukupnya dalam makanan dan menghindari makanan yang diasinkan. Diet protein 2-3 gram/kgBB/hari.
·    Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat digunakan diuretic, biasanya furosemid 1 mg/kgBB/kali, bergantung pada beratnya edema dan respons pengobatan. Bila edema refrakter, dapat digunakan hidroklortiazid (25-50 mg/hari). Selama pengobatan diuretic perlu dipantau kemungkinan hipokalemia, alkalosis metabolic, atau kehilangan cairan intravascular berat.
·   Pemberian kortikosteroid berdasarkan ISKDC (International Study of Kidney Disease in Children) prednisone 60 mg/m2 luas permukaan badan (maksimal 60 mg/hari) selama 4 minggu dilanjutkan pemberiam selang sehari selama 4 minggu atau 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu dengan dosis 40 mg/m2 luas permukaan badan kemudian dihentikan. Dalam kepustakaan lain dikatakan prednisone 2 mg/kg/hari sampai urin bebas protein tiga hari berturut-turtut, maksimal sampai 8 minggu. Dilanjutkan pemberian selang sehari selama 4 minggu dengan dosis yang sama selama 1-2 bulan, kemudian dihentikan dengan tapering off. Bila timbul relaps, terapi dapat diulang. Bila timbul sindrom nefrotik refrakter atau terjadi relaps 3 kali dalam setahun, pertimbangkan biopsy.
·      Cegah infeksi. Antibiotik hanya diberikan bila ada infeksi.
·      Pungsi asites maupun hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital

Prognosis
Prognosis baik bila penyakit memberikan respons yang baik terhadap kortikosteroid dan jarang terjadi relaps

Glomerulonefritis Kronis

0 komentar
Glomerulonefritis kronis adalah diagnosis klinis berdasarkan ditemukannya hematuria dan proteinuria yang menetap.

Manifestasi Klinis
Dapat tanpa keluhan sampai terjadi gagal ginjal. Anak lemah, lesu, nyeri kepala, gelisah, mual, koma, dan kejang pada stadium akhir. Edema sedikit, suhu subfebril. Bila pasien memasuki fase nefrotik dari glomearunefritis kronis, maka edema bertambah jelas, perbandingan albumin-globulin terbalik, dan kolesterol darah meninggi. Fungsi ginjal menurun, ureum dan kreatinin meningkat, dan anemia bertambah berat, diikuti tekanan darah yang mendadak meninggi. Kadang-kadang terjadi ensefalopati hipertensif dan gagal jantung yang berakhir dengan kematian.

Pemeriksaan Penunjang
Pada urin ditemukan albumin (+), silinder, eritrosit, leukosit hilang timbul, berat jenis urin menetap pada 1008-1012. Pada darah ditemukan LED, ureum, kreatinin dan fosfor serum yang meninggi serta kalsium serum yang menurun. Pada stadium akhir natrium dan klorida serum menurun, sedangkan kalium meningkat. Anemia tetap ada. Uji fungsi ginjal menunjukkan fungsi ginjal yang menurun.

Penatalaksanaan
Atasi gejala klinis dan gangguan elektrolit. Anak boleh melakukan kehidupan sehari-hari sebagaimana biasa dalam batas kemampuannya. Lakukan pengawasan hipertensi dengan obat antihipertensi, koreksi anemia, obati infeksi dengan antibiotik. Dialisis berulang merupakan cara efektif untuk memperpanjang umur.

Glomerulonefritis Akut

0 komentar
Glomerulonefritis akut (GNA) ialah reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu. Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman streptokok. Sering ditemukan pada usia 3-7 tahun, lebih sering pada laki-laki.

Etiologi
Timbulnya GNA didahului infeksi ekstrarenal, terutama di saluran napas atas dan kulit oleh kuman Streptococcus beta haemolyticus golongan A tipe 12, 4, 16, 25, dan 49. Antara infeksi bakteri dan timbulnya GNA terdapat masa laten selama 10 hari. GNA juga dapat disebabkan oleh sifilis, keracunan (timah hitam, tridion), amiloidosis, thrombosis vena renalis, penyakit kolagen.

Pathogenesis
Hipotesis yang diajukan:
·    Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membran basalis glomerulus dan kemudian merusaknya.
·   Proses autoimun kuman streptokok yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan pembentukan kompleks autoimun yang merusak glomerulus.
·      Streptokok nefritogen dan membrane basal glomerulus mempunyai komponen antigen yang sama sehingga dibentuk antibodi yang langsung merusak membran basal ginjal.

Manifestasi Klinis
Hematuria, oligouria, edema ringan terbatas di sekitar mata atau seluruh tubuh, dan hipertensi. Dapat timbul gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan, konstipasi, dan diare. Bila terdapat ensefalopati hipertensif dapat timbul sakit kepala, kejang, dan kesadaran menurun.

Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan laju endap darah meninggi, kadar hemoglobin menurun sebagai akibat hipervolemia (retensi garam dan air). Pada pemeriksaan urin jumlah urin berkurang, berat jenis meninggi, hematuria makroskopik dan ditemukan albumin (+), eritrosit (++), leukosit (+), silinder leukosit, eritrosit, dan hialin. Ureum dan kreatinin darah meningkat.

Komplikasi
·      Gagal ginjal akut
·      Ensefalopati hipertensif
·      Gagal jantung, edema paru, retinopati hipertensif.

Penatalaksanaan
·      Istirahat selama 1-2 minggu.
·      Berikan penisilin pada fase akut.
·      Makanan. Pada fase akut berikan makanan rendah protein (1 g/kgBB/hari) dan rendah garam (1 g/hari).
·      Obati hipertensi.
·   Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari) maka ureum harus dikeluarkan dari dalam darah dengan beberapa cara misalnya dialysis peritoneum dan hemodialisis.
·    Diuretik furosemid intravena (1 mg/kgBB/kali) dalam 5-10 menit tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus.
·      Bila timbul gagal jantung, berikan digitalis, sedativum, dan oksigen.

Prognosis
Diperkirakan 95% pasien akan sembuh sempurna, 2% meninggal selama fase akut, dan 2% menjadi glomerulonefritis kronis.

Infeksi Saluran Kemih

0 komentar
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah keadaan bertumbuh dan berkembangbiaknya kuman di dalam saluran kemih dengan jumlah yang bermakna. Pada masa neonates sampai umur 3 bulan, ISK lebih banyak ditemukan pada bayi laki-laki. Pada usia 3 bulan sampai 1 tahun insidens pada laki-laki sama dengan perempuan, sedangkan pada usia sekolah penderita perempuan banding laki-laki adalah 3-4 : 1.
Etiologi
E.coli adalah penyebab tersering. Penyebab lain ialah klebsiela, enterobakter, pseudomonas, streptokok, dan stafilokok.

Pathogenesis
ISK terjadi melalui cara:
·     Hematogen: biasa terjadi pada bayi sebagai akibat sepsis.
·     Per kontinuitatum: pada anak besar dari perineum menjalar secara asendens ke kandung kemih, ureter, atau parenkim ginjal.
Faktor predisposisi ISK: kelainan kongenital  yang bersifat obstruktif dan refluks, batu saluran kemih, pemasangan kateter kandung kemih, stasis urin karena obstipasi, tumor, kandung kemih neurogenik, dll.

Manifestasi Klinis
ISK dapat simtomatik maupun asimtomatik. Pada bayi baru lahir gejala dapat berupa demam, malas minum, ikterus, hambatan pertumbuhan, atau tanda-tanda sepsis. Pada masa bayi gejala sering berupa panas yang tidak jelas penyebabnya, nafsu makan kurang, gangguan pertumbuhan, kadang-kadang diare atau kencing sangat berbau. Pada usia prasekolah berupa sakit perut, muntah, demam, sering kencing, dan mengompol. Pada usia sekolah gejala spesifik makin nyata berupa mengompol, sering kencing, sakit waktu kencing, atau sakit pinggang.
Demam dan sakit pinggang merupakan gejala ISK bagian atas (ureter, pielum, dan ginjal) sedangkan gejala ISK bagian bawah (kandung kemih dan uretra) biasanya lebih ringan, umumnya berupa disuria, polakisuria, atau kencing mengedan, tanpa demam.
Pada infeksi kronis atau berulang dapat terjadi tanda-tanda gagal ginjal menahun atau hipertensi serta gangguan pertumbuhan.

Pemeriksaan Penunjang
a.  Biakan urin: biakan urin pancaran tengah (midstream urine) dan kateterisasi kandung kemih dianggap positif bila jumlah kuman ≥100.000/ml urin. Jumlah kuman antara 10.000-100.000 dianggap meragukan dan perlu diulang. Bila <10.000 hasil dianggap sebagai kontaminasi. Biakan urin dari pungsi kandung kemih dianggap positif bila ditemukan ≥200 kuman/ml urin.
b.   Urin lengkap: tidak ada korelasi pasti antara piuria dan bakteriuria, tetapi pada setiap kasus dengan piuria harus dicurigai kemungkinan ISK. Bila ditemukan silinder leukosit, kemungkinan pielonefritis perlu dipikirkan.
c. Lain-lain: data tambahan berupa peninggian laju endap darah (LED) dan kadar protein C-reaktif, penurunan fungsi ginjal, serta adanya azotemia member petunjuk adanya ISK bagian atas.


Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya jumlah bakteri yang bermakna dalam urin yang seharusnya steril dengan atau tanpa disertai piuria.

Penatalaksaan
Tata laksana umum: atasi demam, muntah, dehidrasi, dll. Anak dianjurkan banyak minum dan jangan membiasakan kencing. Untuk mengatasi disuria dapat diberikan fenazopiridin (pyridium) 7-10 mg/kgBB/hari. Faktor predisposisi dicari dan dihilangkan. Tata laksana khusus ditujukan terhadap 3 hal, yaitu pengobatan infeksi akut, pengobatan dan pencegahan ifeksi berulang, serta deteksi dan koreksi bedah terhadap kelainan anatomis salurah kemih.
1.   Pengobatan infeksi akut: pada keadaan berat atau demam tinggi dan keadaan umum lemah segera berikan antibiotik tanpa menunggu hasil biakan urin dan uji resistensi kuman. Obat pilihan pertama adalah ampisilin, kotrimoksazol, sulfisoksazol, asam nalidiksat, dan nitrofurantoin. Sebagai pilihan kedua adalah aminoglikosida (gentamisin, amikasin, dll), sefaleksin, doksisiklin, dll. Terapi diberikan selama 7 hari.
2.  Pengobatan dan pencegahan infeksi berulang: 30-50% akan mengalami infeksi berulang dan sekitar 50% di antaranya tanpa gejala. Maka, perlu dilakukan biakan ulang pada minggu pertama sesudah selesai pengobatan fase akut, kemudian 1 bulan, 3 bulan, dan seterusnya setiap 3 bulan selama 2 tahun. Setiap infeksi berulang harus diobati seperti pengobatan pada fase akut. Bila relaps atau terinfeksi terjadi lebih adri 2 kali, pengobatan dilanjutkan dengan terapi profilaksis menggunakan obat antisepsis saluran kemih, yaitu nitrofurantoin, kotrimoksazol, sefaleksin, atau metenamin mandelat. Umumnya diberikan ¼ dosis normal, satu kali sehari pada malam hari selama 3 bulan. Bila ISK disertai dengan kelainan anatomis, pemberian obat disesuaikan dengan hasil uji resistensi dan terapi profilaksis dilanjutkan selama 6 bulan, bila perlu sampai 2 tahun.
3. Koreksi bedah: bila pada pemeriksaan radiologis ditemukan obstruksi, perlu dilakukan koreksi bedah. Penanganan terhadap refluks tergantung dari stadium. Refluks stadium I sampai III biasanya akan menghilang dengan pengobatan terhadap infeksi. Pada stadium IV dan V perlu dilakukan koreksi bedah dengan reimplementasi ureter pada kandung kemih (ureteroneosistostomi). Pada pionefrosis atau pielonefritis atrofik kronik, nefrektomi kadang-kadang perlu dilakukan.

Prognosis
ISK tanpa kelainan anatomis mempunyai prognosis lebih baik bila pengobatan pada fase akut adekuat dan disertai pengawasan terhadap kemungkinan infeksi berulang.