Minggu, 23 Oktober 2011

Sirosis Hepatis

0 komentar
Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus dan menahun pada hati,diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi, dan regenerasi sel-sel hati, sehingga timbul kekacauan dalam susunan parenkim hati.

Etiologi
Secara morfologi, sirosis dibagi atas jenis mikronodular (portal), makronodular (pascanekrotik) dan jenis campuran, sedang dalam klinik dikenal 3 jenis, yaitu portal, pascanekrotik, dan bilier. Penyakit-penyakit yang diduga dapat menjadi penyebab sirosis hepatis antara lain malnutrisi, alkoholisme, virus hepatitis, kegagalan jantung yang menyebabkan bendungan vena hepatica, penyakit Wilson, hemokromatosis, zat toksik, dan lain-lain.
Manifestasi Klinis
Gejala terjadi akibat perubahan morfologi dan lebih menggambarkan beratnya kerusakan yang terjadi daripada etiologinya. Didapatkan gejala dan tanda sebagai berikut:
1.    Gejala-gejala gastrointestinal yang tidak khas seperti anoreksia, mual, muntah, dan diare.
2.    Demam, berat badan turun, lekas lelah.
3.    Asites, hidrotoraks, dan edema.
4.    Ikterus, kadang-kadang urin menjadi lebih tua warnanya atau kecoklatan.
5. Hepatomegali, bila telah lanjut hati dapat mengecil karena fibrosis. Bila secara klinis didapati adanya demam, ikterus, dan asites, di mana demam bukan oleh sebab-sebab lain, dikatakan sirosis dalam keadaan aktif. Hati-hati akan kemungkinan timbulnya prekoma dan koma hepatikum.
6.   Kelainan pembuluh darah seperti kolateral-kolateral di dinding abdomen dan toraks, kaput medusa, wasir, dan varises esofagus.
7.    Kelainan endokrin yang merupakan tanda dari hiperestrogenisme yaitu:
a.    Impotensi, atrofi testis, ginekomastia, hilangnya rambut aksila, dan pubis.
b.    Amenore, hiperpigmentasi areola mammae.
c.    Spider nevi dan eritema.
d.   Hiperpigmentasi.
8.    Jari tabuh.

Pemeriksaan Penunjang
Adanya anemia, gangguan faal hati (penurunan kadar albumin serum, peninggian kadar globulin serum, peninggian kadar bilirubin direk dan indirek), penurunan enzim kolinesterase, serta peninggian SGOT dan SGPT.
Pemeriksaan terhadap alfa feto protein sering menunjukkan peningkatan. Untuk melihat kelainan secara histopatologi dilakukan biopsy hati

Penatalaksanaan
1.    Istirahat di tempat tidur sampai terdapat perbaikan ikterus, asites, dan demam.
2.   Diet rendah protein (diet hati III: protein 1 g/kgBB, 55 g protein, 2.000 kalori). Bila ada asites diberikan diet rendah garam II (600-800 mg) atau III (1.000-2.000 mg). bila proses tidak aktif, diperlukan diet tinggi kalori (2.000-3.000 kalori) dan tinggi protein (80-125 g/hari).
Bila tidak ada tanda-tanda prekoma atau koma hepatikum, jumlah protein dalam makanan dihentikan (diet hati I) untuk kemudian diberikan kembali sedikit demi sedikit sesuai toleransi dan kebutuhan tubuh. Pemberian protein yang melebihi kemampuan pasien atau meningginya hasil metabolism protein dalam darah viseral dapat mengakibatkan timbulnya koma hepatikum. Diet yang baik dengan protein yang cukup perlu diperhatikan.
3.    Mengatasi infeksi dengan antibiotik. Diusahakan memakai obat-obatan yang jelas tidak hepatotoksik.
4.   Memperbaiki keadaan gizi, bila perlu dengan pemberian asam amino esensial berantai cabang dan glukosa.
5.    Roborantia. Vitamin B kompleks. Dilarang makan dan minum bahan yang mengandung alkohol.
Penatalaksanaan asites dan edema adalah:
1.  Istirahat dan diet rendah garam. Dengan istirahat dan diet rendah garam (200-500 mg per hari), kadang-kadang asites dan edema telah dapat diatasi. Adakalanya harus dibantu dengan membatasi jumlah pemasukan cairan selama 24 jam, hanya sampai 1 liter atau kurang.
2. Bila dengan istirahat dan diet tidak dapat diatasi, diberikan pengobatan diuretic berupa spironolakton 50-100 mg/hari (awal) dan dapat ditingkatkan sampai 300 mg/hari bila setelah 3-4 hari tidak terdapat perubahan.
3. Bila terjadi asites refrakter (asites yang tidak dapat dikendalikan dengan terapi medikamentosa yang intensif), dilakukan terapi parasentesis. Walaupun cara pengobatan asites yang tergolong kuno dan sempat ditinggalkan karena berbagai komplikasinya, parasentesis banyak kembali dicoba untuk digunakan. Pada umumnya parasentesis aman apabila disertai dengan infuse albumin sebanyak 6-8 g untuk setiap liter cairan asites. Selain albumin dapat pula digunakan dekstran 70%. Walaupun demikian untuk mencegah pembentukan asites setelah parasentesis, pengaturan diet rendah garam dan diuretik biasanya tetap diperlukan.
4.  Pengendalian cairan asites. Diharapkan terjadi penurunan berat badan 1 kg/2 hari atau keseimbangan cairan negatif 600-800 ml/hari. Hati-hati bila cairan terlalu banyak dikeluarkan dalam satu saat, dapat mencetuskan ensefalopati hepatic.

Komplikasi
Hematemesis melena dan koma hepatikum.

Prognosis
Prognosis tergantung pada luasnya kerusakan hati/kegagalan hepatoselular, beratnya hipertensi portal, dan timbulnya komplikasi lain.

0 komentar:

Posting Komentar