Minggu, 16 Oktober 2011

Talasemia

0 komentar
Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif. Secara molekuler talasemia dibedakan atas talasemia alfa dan beta, sedangkan secara klinis dibedakan atas talasemia mayor dan minor.
Patofisiologi
Penyebab anemia pada talasemia bersifat primer dan sekunder. Primer adalah berkurangnya sintesis HbA dan eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran sel-sel eritrosit intramedular. Sedangkan yang sekunder ialah karena defisiensi asam folat, bertambahnya volume plasma intravaskular yang mengakibatkan hemodilusi, dan destruksi eritrosit oleh sistem retikuloendotelial dalam limpa dan hati.

Penelitian biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai alfa atau beta dari hemoglobin berkurang.

Terjadinya hemosiderosis merupakan hasil kombinasi antara transfusi berulang, peningkatan absorbsi besi dalam usus karena eritropoesis yang tidak efektif, anemia kronis, serta proses hemolisis.

Manifestasi Klinis
Bayi baru lahir dengan talasemia beta mayor tidak anemis. Gejala awal pucat mulanya tidak jelas, biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan dan pada kasus yang berat terjadi dalam beberapa minggu setelah lahir. Bila penyakit ini tidak ditangani dengan baik, tumbuh kembang masa kehidupan anak akan terhambat. Anak tidak nafsu makan, diare, kehilangan lemak tubuh, dan dapat disertai demam berulang akibat infeksi. Anemia berat dan lama biasanya menyebabkan pembesaran jantung.

Terdapat hepatosplenomegali. Ikterus ringan mungkin ada. Terjadi perubahan pada tulang yang menetap, yaitu terjadinya bentuk muka mongoloid akibat sistem eritropoesis yang hiperaktif. Adanya penipisan korteks tulang panjang, tangan, dan kaki dapat menimbulkan fraktur patologis. Penyimpangan pertumbuhan akibat anemia dan kekurangan gizi menyebabkan perawakan pendek. Kadang-kadang ditemukan epistaksis, pigmentasi kulit, koreng pada tungkai, dan batu empedu. Pasien menjadi peka terhadap infeksi terutama bila limpanya telah diangkat sebelum usia 5 tahun dan mudah mengalami septisemia yang dapat mengakibatkan kematian. Dapat timbul pansitopenia akibat hipersplenisme.

Hemosiderosis terjadi pada kelenjar endokrin (keterlambatan menars dan gangguan perkembangan sifat seks sekunder), pancreas (diabetes), hati (sirosis), otot jantung (aritmia, gangguan hantaran, gagal jantung), dan perikardium (perikarditis).

 
Pemeriksaan Penunjang
Anemia biasanya berat, dengan kadar hemoglobin (Hb) berkisar antara 3-9 g/dl. Eritrosit memperlihatkan anisositosis, poikilositosis, dan hipokromia berat. Sering ditemukan sel target dan tear drop cell. Normoblas (eritrosit berinti) banyak dijumpai terutama pasca splenektomi. Gambaran sumsum tulang memperlihatkan eritropoesis yang hiperaktif sebanding dengan anemianya. Diagnosis definitif ditegakkan dengan pemeriksaan elektroforesis hemoglobin. Petunjuk adanya talasemia alfa adalah ditemukannya Hb Bart’s dan HbH. Pada talasemia beta kadar HbF bervariasi antara 10-90%, sedangkan dalam keadaan normal kadarnya tidak melebihi 1%.

Atasi anemia dengan tranfusi PRC (packed red cell). Tranfusi hanya diberikan bila Hb < 8 g/dl. Sekali diputuskan untuk diberi tranfusi darah, Hb harus selalu dipertahankan di atas 12 g/dl dan tidak melebihi 15 g/dl. Bila tidak terdapat tanda gagal jantung dan Hb sebelum tranfusi di atas 5 g/dl, diberikan 10-15 mg/kgBB per satu kali pemberian selama 2 jam atau 20 ml/kgBB dalam waktu 3-4 jam. Bila terdapat tanda gagal jantung, pernah ada kelainan jantung, atau Hb < 5 g/dl, dosis satu kali pemberian tidak boleh lebih dari 5 ml/kgBB dengan kecepatan tidak lebih dari 2 ml/kgBB/jam. Sambil menunggu persiapan tranfusi darah diberikan oksigen dengan kecepatan 2-4 l/menit. Setiap selesai pemberian satu seri tranfusi, kadar Hb pasca tranfusi diperiksa 30 menit setelah pemberian tranfusi terakhir.

Untuk mengeluarkan besi dari jaringan tubuh diberikan kelasi besi, yaitu Desferal secara im atau iv.
Splenektoni diindikasikan bila terjadi hipersplenisme atau limpa terlalu besar sehingga membatasi gerak pasien, menimbulkan tekanan intraabdominal yang mengganggu napas dan berisilo mengalami rupture. Hipersplenisme dini ditandai dengan jumlah tranfusi melebihi 250 ml/kgBB dalam 1 tahun terakhir dan adanya penurunan Hb yang drastis. Hipersplenisme lanjut ditandai oleh adanya pansitopenia. Splenektomi sebaiknya dilakukan pada umur 5 tahun ke atas saat fungsi limpa dalam system imun tubuh telah dapat diambil alih oleh organ limfoid lain.

Imunisasi terhadap virus hepatitis B dan C perlu dilakukan untuk mencegah infeksi virus tersebut melalui tranfusi darah.
Transplantasi sumsum tulang perlu dipertimbangkan pada setiap kasus baru dengan talasemia mayor. Diberikan asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat pada pasien talasemia, khususnya pada yang jarang mendapat tranfusi darah. 

Secara berkala dilakukan pemantauan fungsi organ, seperti jantung, paru, hati, endokrin termasuk kadar glukosa darah, gigi, telinga, mata, dan tulang.



0 komentar:

Posting Komentar